1 August 2013

Resensi SHE'LL TAKE IT! "Minggir, Shopaholic; Lari, Kleptomaniak!"



Judul Buku                    : She’ll Take It! (Berdoa Dulu Sebelum Mengutil)
Penulis                          : Mary Carter
Penerjemah                  : Lianita Simamora
Tebal                           : x+426 halaman
Penerbit/cetakan          : Gagasmedia/Cetakan ketiga, 2007
ISBN                           : 979-780-143-8
Harga                           : Rp 12.000,00 (obral)

Meskipun buku ini saya beli di sebuah acara obral buku, tapi isinya sungguh tak mengecewakan! Sama sekali nggak bikin menyesal telah merogoh kocek 12ribu (doang)! Hehehe. Dan meskipun ini bukan buku baru, tapi saya merasa perlu untuk menuliskan resensinya. Cos it’s worth reading.

Pernah baca novel seri Shopaholic? Nah, bisa dibilang novel ini adalah oposisi dari novel karangan Shopie Kinsella tersebut. Mengapa saya bilang begitu? Tentunya tak lepas dari perilaku menyimpang tokoh utama dari kedua novel tersebut. Melanie Zeitgar, tokoh utama dalam novel She’ll Take It, dan Rebecca Bloomwood, tokoh utama dalam novel seri Shopaholic, sama-sama nggak tahan jika melihat barang-barang lucu nan imut. Lantas apa yang membedakannya? Jika Becky ketagihan belanja, hingga tagihannya menggunung, maka Mel sebaliknya. Ia ketagihan mengutil. YES! She’s a cleptomaniac!
“Perjanjian dengan Diri Sendiri:
Saya, Melanie Zeitgar, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani (dikurangi lima setengah kilo) bersumpah dengan segenap hati bahwa:
1. Saya tidak akan mengutil lagi!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
*Terkecuali jika: penelitian telah menunjukkan bahwa menyusun arsip-arsip seharian di dalam ruangan yang gelap dapat mengakibatkan kekurangan Vitamin D yang bisa menyebabkan kekacauan temporer dalam pertimbangan benar dan salah.” (halaman 138)
Tunggu dulu. Sebelum Anda menge-judge Mel sebagai pelaku kriminal sekaligus musuh masyarakat lantaran merugikan banyak toko tempatnya pernah mengutil, sebaiknya Anda nikmati dulu cerita kocak sekaligus mengharukan novel ini.

Mel adalah wanita ambisius, yang sebentar lagi akan berusia 30 tahun, tapi belum satupun pencapaian besar telah ia raih. Ia bermimpi menjadi seorang aktris di kota penuh gemerlap New York, dan sejauh ini ia hanya pernah membintangi beberapa pertunjukan murahan, dan itupun tak sebagai pemeran utama. Padahal ia yakin, pengalaman bersekolah akting membuat kemampuan aktingnya tak kalah dengan artis yang lain.
“Aku adalah aktor yang memiliki teknik, belajar di Sekolah Akting Village, di mana aku tenggelam dalam pelatihan ‘Ingatan akan Rasa’.” (halaman 24)
Anehnya, berlawanan dengan kepercayaan-dirinya itu, ia lebih sering gagal dalam audisi akting, seperti audisi payah yang terakhir diikutinya. Belum lagi, cowok gebetannya, Ray, juga sudah lama tak menghubunginya. Hal-hal menyebalkan semacam ini semakin mendorongnya untuk berjalan-jalan masuk ke toko-toko, dan mencuri apapun yang menarik perhatiannya: sabun lavender mungil, selendang, permen, mangkuk saus. Pernah suatu kali, ia melanggar peraturan yang ia buat sendiri dengan mencuri sebuah jam tangan seharga $1800!
“Perjanjian dengan Diri Sendiri
Saya, Melanie Zeitgar, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani (dikurangi dua setengah kilo) bersumpah dengan segenap hati bahwa:
1. Saya tidak akan mencuri dari toko milik ibu-ibu dan bapak-bapak.
2. Saya tidak akan mencuri barang dengan harga lebih dari $100.
3. Saya tidak akan mencuri dari tempat yang sama dua kali.
*Tak ada terkecuali!” (halaman 212)
Gagal pada audisi terakhirnya itu membawanya menjadi seorang pengangguran. Lalu tiba-tiba ia mendapat pekerjaan temporer dari Fifth Avenue Temps, sebagai penata arsip di sebuah firma hukum. Belum cukup dengan perasaan terhina yang melandanya (ia bisa mengetik 95 kata per menit, untuk apa ia melakukan pekerjaan membosankan itu?), perasaan muak menyergapnya ketika ia mengetahui bahwa Trina Wilcox, musuhnya, adalah asisten si ahli hukum di sana, Steve Landon dan Greg Parks. Dengan kata lain, posisinya di firma itu berada di bawah Trina. Nenek sihir itu tak henti mengganggu hidupnya, mulai dari menuduhnya mencuri tempat sabun mutiaranya (belakangan diketahui bahwa tempat sabun itu ternyata cuma hadiah yang murah, bukan benda pusaka keluarga, seperti yang dikatakannya).  Trina juga berusaha merebut kembali Ray, mantan pacarnya. Juga mengunggah foto menjijikkan Mel yang memalukan di internet, hingga ditonton jutaan orang. Insiden [yang disengaja] tersebut membawa Mel bertemu dengan Greg Parks, di mana ia meminta saran tuntutan hukum apa yang bisa ia gunakan untuk membuat fotonya di internet itu dihapus.

Mulut besarnya juga tak bisa dikendalikan, hingga ia membohongi semua orang di firma hukum itu bahwa ia adalah seorang seniman, pematung jam. Ketika seorang pemilik galeri mendatanginya, ia kelabakan dan membuat portofolio palsu, dibantu dua orang temannya, Kim dan Tommy.

Bukan cuma itu, keluarganya juga sama sekali tak membantu. Ibunya yang hanya mengomelinya atas cita-citanya sebagai aktris dan menuntutnya untuk kuliah agar bisa bekerja dengan layak. Kakak laki-lakinya, Zach, yang adalah seorang pengacara yang kaku dan menyebalkan. Ayah tirinya yang aneh, yang memiliki lima ekor anjing yang disebut “anak-anak”. Ia tak bisa melawan ketika keluarganya tiba-tiba mengajaknya makan malam, dan anehnya, mereka semua bersikap manis. Ini membuat Mel heran, lalu terkejut, karena ternyata ibunya diam-diam telah mengundang Greg, atasannya. Kejadian itu membuat hubungan Mel dan Greg menjadi dekat, selain berkat presentasi-presentasi Greg yang pernah dibantu oleh Mel. Namun, hubungan mereka yang sudah hampir sampai pada tahap pacaran itu digagalkan oleh kelakuan klepto Mel yang kelewatan.

Apakah akhirnya Mel mengakui jati dirinya yang sebenarnya—sebagai seorang kleptomaniak? Dan akankah Greg menerimanya kembali?

Novel setebal 426 halaman ini terbagi menjadi 34 bab, sehingga tiap-tiap bab terdiri dari jumlah halaman yang lumayan tebal. Belum lagi ditambah dengan sudut pandang orang pertama, “aku”, yang bisa jadi membosankan karena terlalu monoton. Tapi,...bravo! Sang penulis telah berhasil menceritakan tingkah laku dan cara berpikir si “aku” dengan fresh, kocak, dan jujur. Kondisi psikologis si “aku” tergambar sangat gamblang dan menarik. Mengalir apa adanya. Membuat saya tak mampu beranjak dari melahap tiap halaman yang tersisa. Meskipun kadang vulgar, hingga menjadikan novel ini cocok untuk kalangan dewasa, namun itu bukan masalah besar. Ya, mengingat setting novel tersebut adalah kota New York, yang gaya hidupnya bebas, jadi tak masalah jika banyak hal-hal yang vulgar terumbar di sana. Justru itu jugalah yang mampu memicu kelucuan. Begitu juga, alur yang penuh kejutan tak akan membuat Anda bosan.

Mary Carter berhasil menceritakan pengalaman-pengalaman seru ketika mencuri dengan sangat hidup. Seolah memang ia benar-benar pernah mengalaminya (well, of course, si penulis bukanlah kleptomaniak). Karakter-karakter dalam novel ini berhasil tergambar dengan kuat, terutama si Melanie, tentu saja. Meskipun ia seorang pelanggar hukum dan sampah masyarakat, tapi dengan membaca ceritanya, kita tak bisa tidak mencintainya. Di balik mulut besar dan jemari nakalnya, Melanie adalah sosok berhati lembut, suka menolong, cerdas, dan kreatif.

Beberapa kesalahan penulisan yang ada dalam novel itu untungnya tak mengganggu keasyikan membaca. Selain itu, footnote-footnote yang ditambahkan oleh sang penerjemah juga sangat membantu ketika Anda menemui istilah dalam bahasa Inggris yang mungkin jarang Anda temukan di bacaan lain. Misalnya, cocks, nutter, dan gobsmacked (halaman 51).

Meskipun begitu, menurut saya, bagian ending-nya terasa agak dipaksakan dan terburu-buru. Bagian akhir novel ini hanya terdiri dari sekitar sembilan halaman. Padahal awalnya, cerita mengalir dengan tidak terlalu ketat, hingga penulis bisa mengeksplor ceritanya lebih detail. Juga ada beberapa hal aneh yang saya pikir akan sulit terjadi di dunia nyata, seperti Mel yang tiba-tiba beneran bisa membuat karya seni berupa jam-jam aneh. Lalu seorang pemilik galeri terkenal bahkan meminjaminya studio, padahal sebelumnya ia menolak mentah-mentah portofolio Mel.

Beberapa kekurangan itu tak membuat kesegaran novel ini berkurang. Coba saja baca sendiri! Dan jangan kaget ketika tiba-tiba Anda membayangkan menjadi tokoh Mel, saking terbawa oleh kisah yang diceritakan oleh tokoh “aku” dalam novel ini. Yah, benar sekali, this novel will successfully appeal to your emotion!


0 komentar:

Post a Comment

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets