29 October 2014

[Resensi "SHERLOCK HOLMES: ANJING IBLIS DARI BASKERVILLE"] Anjing itu Memiliki Sorot Mata Berapi!





 
Judul Buku                           : Sherlock Holmes: Anjing Iblis dari Baskerville
Penulis/Penerjemah        : Sir Arthur Conan Doyle/Dion Yulianto
Tebal                                      : 264 halaman
Penerbit/cetakan              : Laksana/Cetakan pertama, Oktober 2014
ISBN                                       : 978-602-255-659-6

Ketika Divapress menyodorkan novel Sherlock Holmes pada saya untuk diresensi, saya curiga…. Jangan-jangan Divapress tahu bahwa sebenarnya…
Hasil capture dari serial Sherlock Holmes (lupa season berapa, episode berapa).

Ini semua memang gara-gara si Benedict Cumberbatch, dengan mata biru, rambut kriwil, postur tinggi-kurus, dan suara bass-nya yang—ehem—sangat Sherlock”. Begitu menerima buku ini—bak fans Korean idol yang bisa menatap mata idolanya secara langsung—saya senang bukan main! Tapi, meskipun saya “Sherlocked”, ini adalah pertama kalinya saya membaca bukunya. Hehehe.

Legenda Anjing Iblis

Cerita bermula dengan munculnya sebuah tongkat jalan di ruang tamu Sherlock, yang ditinggalkan secara tidak sengaja oleh pemiliknya. Pemiliknya ini ternyata adalah seorang dokter pedesaan, dr. Mortimer, yang menawarkan kasus kematian Sir Charles Baskerville di Devonshire, untuk diselidiki. Kasus kematian itu diwarnai nuansa supranatural, yang berkaitan dengan legenda anjing iblis.

Legenda itu sendiri telah diceritakan secara turun-temurun di keluarga Baskerville sejak tahun 1742. Legenda dimulai dengan leluhur Baskerville, Hugo Baskerville, pria yang kasar, bejat, dan tidak beragama. Ia menculik paksa seorang wanita yang ia cintai, yang kemudian berhasil melarikan diri melewati padang. Ketika sedang berlari, wanita itu dikejar segerombolan anjing pemburu, dan akhirnya tewas, mungkin karena kelelahan. Hugo, yang tengah mengejarnya, juga tewas, karena lehernya dirobek oleh salah satu anjing pemburu hitam berukuran raksasa. Sejak saat itu, legenda anjing iblis menghantui keluarga Baskerville.

Sherlock, yang selalu berpikir logis, tertarik akan kasus itu. Ia yakin, hal berbau supranatural itu sebenarnya bisa diuraikan secara logika. Dr. Mortimer, yang menjadi dokter di kawasan Devonshire, telah mengenal Sir Charles Baskerville dengan baik. Setelah kematian beliau, ia menyelidiki peristiwa kematian mendadak itu, dan menemukan jejak kaki anjing raksasa di dekat tempat tubuh Sir Charles tergeletak.

Masalah menjadi makin pelik, lantaran sang pewaris Baskerville Hall, Sir Henry Baskerville, akan tiba di London, dan dr. Mortimer bingung bagaimana cara menjelaskan perihal kematian Sir Charles, berkaitan dengan legenda anjing iblis. Jika hendak membangun kembali pekerjaan Sir Charles, Sir Henry harus tinggal di Baskerville Hall, sementara setiap Baskerville yang mendiami rumah besar itu selalu meninggal dengan tragis. Dengan kata lain, nyawa Sir Henry terancam juga.
Ketika sedang menginap di sebuah hotel di London, ada peristiwa aneh yang terjadi pada Sir Henry. Sherlock yang curiga, membuntuti Sir Henry dan dr. Mortimer ketika mereka berjalan kembali ke hotel. Benarlah dugaan Sherlock, ada orang lain yang membuntuti mereka. Akhirnya, Sherlock menyuruh Watson menemani Sir Henry pergi ke Devonshire, dan tinggal di rumah besar itu, sementara ia sendiri melakukan pekerjaan di London, sebelum menyusul ke sana.

Petualangan Watson di Devonshire, di padang Dartmoor yang dihantui anjing iblis pun dimulai. Di situlah, sebenarnya ia juga sedang diawasi oleh seseorang... Dan anjing iblis itu..., apakah benar-benar ada?

Baskerville Hall dari kejauhan
Sumber:
http://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&ved=0CAUQjBw&url=http%3A%2F%2Fwww.moviemail.com%2Fimages%2Flarge%2FSherlock-Holmes-The-Hound-of-the-Baskervilles-32404_9.jpg&ei=RqRMVOXFO5H-8QXQlIDQCg&psig=AFQjCNF3YDDTcbuhzSBRHW_7_cPmKZpKtw&ust=1414395335053359

Seandainya Tidak Ada Typo...

Berbeda dengan seri detektif karangan Agatha Christie yang bertempo pelan, klimaks terdapat di bagian nyaris akhir, seri Sherlock Holmes memang terbilang bertempo “lari”, dan terkadang gaya pemecahan kasusnya terkesan agak tidak masuk akal. Hmm, maksud saya, seolah Sherlock melakukan “sim-salabim” dan bum, kasus terpecahkan. Beda juga dengan seri Cormoran Strike karangan Robert Galbraith (saya baru baca seri pertama, dan ternyata sudah muncul yang kedua, arrrrghh!!!), yang pengusutan kasus dan pencarian bukti-buktinya diceritakan dengan tempo yang cukup pelan dan detail. Mungkin juga, faktor sudut pandang penceritaan turut berpegaruh. Novel Sherlock Holmes ditulis dengan sudut penceritaan orang pertama dr. Watson, sehingga apa yang sebenarnya ada di kepala Sherlock tidak dapat diketahui dengan jelas. Apalagi diperparah oleh kecenderungan Sherlock yang “tidak mau mengatakan apa rencananya kepada orang lain sampai seluruh rencana itu terwujud. Kecenderungan ini sebagian mungkin karena sifat aslinya yang ingin selalu di atas angin, ingin selalu mendominasi, dan juga ingin mengejutkan orang-orang di sekitarnya.” (halaman 231).

Kebetulan, kisah anjing iblis Baskerville ini sudah saya tonton serialnya (meski sudah lama dan saya agak lupa), sehingga saya bisa membayangkan kejadian demi kejadian. Tapi sayangnya, kisah yang digadang-gadang “menyeramkan” ini tidak semenyeramkan seharusnya. Saya juga tidak merasakan ketegangan yang saya harapkan. Apakah faktor penerjemahan turut berperan? Mungkin, sedikit. Klimaksnya terbilang cukup cepat, ada di bab 14 (keseluruhan ada 15 bab). Penjelasan dari teka-teki pemecahan kasus oleh Sherlock Holmes ada di bab terakhir.

Keasyikan membaca kisah detektif ini agak rusak lantaran ketidaknyamanan yang tercipta akibat banyaknya kesalahan penulisan dan ketidaktepatan penggunaan kata. Kesalahan penulisan ini terlampau banyak untuk disebutkan satu-persatu. Beberapa contohnya, sering sekali penerjemah menggunakan kata “menggerikan” (halaman 111, 253), padahal seharusnya “mengerikan”, bukan? Di halaman 111 juga tertulis kata “terisolir”, yang menurut KBBI seharusnya “terisolasi”. Selain itu, “bangsawan musa (halaman 127), seharusnya “bangsawan muda”. Kemudian, “...karena tidak ada gunakan melibatkan semakin banyak orang...” (halaman 169), seharusnya “tidak ada gunanya”.

Berikutnya, tentang serangga kesukaan Stapleton, siklopedia” (halaman 114) atau “siklopida” (halaman 116)? Saya mencari-cari di internet tentang genus serangga apa ini, saya tidak menemukan apapun. Saya mencoba mencari dengan kata kunci dalam versi bahasa Inggris, menjajal “cyclopede”, tapi yang muncul tetek-bengek berbau sepeda. Lantas, saya tambah dengan embel-embel "insect" di belakangnya.




Kemudian, mengikuti saran Google, saya mengubah kata kunci menjadi cyclops insect, dan yang muncul adalah sejenis crustacea, sekeluarga dengan lobster, kepiting, dan udang. Hewan ini invertebrata dengan cangkang yang keras, dan hidup di air[1]. Jadi, bukan hewan ini yang dimaksud, meski ia satu filum dengan serangga (filum Arthropoda), tapi termasuk subfilum crustacea, sementara kelas insecta masuk ke dalam subfilum hexapoda. Nah, saya menjadi sangat bingung, sebenarnya ini serangga apa. Mungkin ada yang bisa membantu?
Selanjutnya, ada beberapa kalimat yang terasa kurang pas. Misalnya:


Tertulis
Oleh (halaman)
Seharusnya
“Sama sekali tidak terlintas di pikiran saya bahwa tempat ini akan begitu membosankan setidaknya Anda, tapi bagaimana dengan adik Anda?”
Watson (halaman 118)
“....akan begitu membosankan, setidaknya untuk Anda...”

“...baru sekarang aku tahu bahwa tidak hanya memperalatku.”
Nyonya Stapleton (halaman 243)
“...baru sekarang aku tahu bahwa dia hanya memperalatku.”
“Menarik sekali kalau saja saya seorang penumpul cerita rakyat.”

Sherlock Holmes (halaman 27)
(Saya masih belum tahu, maksud “penumpul” di sini apa.)


Terakhir, mungkin ini adalah akibat kelelahan sang editor, sehingga terjadi inkonsistensi berikut. Selama 127 halaman, Watson selalu memakai kata ganti “aku”, tapi tiba-tiba berubah menjadi “saya” di halaman 127, dan setelah itu, kembali menjadi “aku”.

Secara keseluruhan, petualangan Sherlock Holmes dan dr. Watson ini cukup seru diikuti, apalagi sembari membayangkan sosok mereka seperti tergambar di serialnya. Hihihi. Oh, ya, jika tertarik mengetahui kisah yang menginspirasi Sir Arthur Conan Doyle menuliskan buku ini, kalian bisa membaca artikel tahun 2012 ini, dengan judul “Powys hotel’s Sherlock Holmes Hound of theBaskervilles link





[1] http://www.microscope-microscope.org/applications/pond-critters/animals/cyclops.htm
 
 


0 komentar:

Post a Comment

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets