10 August 2017

Terjemahan dan Pencernaan: "Kesialan Orang Lajang" & "Seorang Dokter Desa"

Catatan: tulisan ini pernah saya publikasikan di Instagram, saya publikasikan kembali di sini dengan beberapa perubahan.


Buku yang berjodoh dengan pembacanya akan menjamah kesadarannya pada waktu yang tepat.

Baru-baru ini aku mengalaminya. Bulan Juni kemarin, aku menemukan Seorang Dokter Desa di tumpukan teratas buku dalam salah satu ruangan. Malam sampai pagi hari itu aku sama sekali tak bisa tidur, padahal paginya aku ada wawancara kerja. Kucoba membaca cerpen yang berjudul sama dengan buku kumpulan cerpen itu, tapi tetap aku tak bisa tidur, padahal kelopak mata terasa berat.


Baca juga: Resensi "Seorang Dokter Desa"


Beberapa minggu setelah itu, aku selesai membaca Kesialan Orang Lajang, lalu iseng membuka kembali Seorang Dokter Desa--semata karena aku sedang ingin menyelami karya-karya Kafka. Mataku mengecupi daftar judul cerpennya, dan betapa gegar intelektualku--ada beberapa cerpen yang ternyata sama dengan yang ada di buku Kesialan Orang Lajang! Tak tertahankan, sesuatu dalam diriku ingin sekali membandingkan rasa terjemahan keduanya.


Mungkin karena diterjemahkan langsung dari bahasa Jerman, terbitan Oak ini terasa lebih gampang dikunyah dan ditelan. Beberapa bagian yang sulit kucerna di Kesialan Orang Lajang (rasanya seperti waktu konstipasi: perut muat-muat saja untuk makan dengan kuantitas biasa, tapi terasa tak enak), kucoba memamahnya lagi di Seorang Dokter Desa. Hasilnya, pencernaanku jadi lebih lancar.


Nah, kenapa begitu? Mungkin karena buku Kesialan Orang Lajang diterjemahkan dari bahasa Inggris, sehingga paralaks makna yang tercipta jauh lebih besar ketimbang yang terjadi pada buku Seorang Dokter Desa, yang langsung diterjemahkan dari bahasa aslinya, Jerman.

Baca juga: Resensi "Kesialan Orang Lajang"


Misalnya, dalam cerpen Pembunuhan Saudara di adegan terakhir, sebelum Schmar ditangkap oleh polisi, tertulis seperti ini di hlm. 53 (yang di dalam kurung siku adalah catatan saya):
Pallas, yang tersedak karena obat dalam tubuhnya, [obat, memangnya Pallas habis minum obat apa?] berdiri di pintu ganda rumahnya yang terbuka. "Schmar! Schmar! Aku melihat semuanya, aku tak melewatkan apa pun!" Pallas dan Schmar saling menyelidiki [menyelidiki, kupikir ada yang kurang pas dengan pemilihan kata ini]. Hasilnya memuaskan Pallas, Schmar tak menyimpulkan apa pun. [nah, "menyimpulkan" ini kupikir juga kurang pas]
Mari, kita bandingkan dengan terjemahan cerpen yang sama dalam buku Seorang Dokter Desa terbitan Oak, yang diterjemahkan langsung dari bahasa Jerman (dari hlm. 74):
Pallas, seolah sekujur badannya tercemar racun, berdiri di pintu rumahnya yang berdaun dua. "Schmar! Schmar! Aku melihat semuanya, dan tidak melewatkan apa pun." Pallas dan Schmar saling menatap satu sama lain. Itu membuat Pallas puas, namun Schmar tidak mengerti.
Nah, setelah membaca yang kedua, aku baru paham apa maksudnya. Dalam cerpen yang sama, aku menemukan kebingungan lain pada bagian berikut.


Ada perbedaan mencolok (bagian yang kutebalkan) antara kedua terjemahan tersebut. Pada terjemahan yang pertama, si tokoh "mengusapkan pisau itu bagaikan busur biola pada tapak sepatunya". Sementara itu, pada terjemahan yang kedua, si tokoh tidak mengusapkan pisau pada tapak sepatunya, tapi menggunakan sepatunya untuk membuat goresan--yang telah ia buat sebelumnya dengan pisaunya--itu "menjadi mirip busur biola".

Kemudian pada terjemahan yang pertama, pemilihan kata "di sisi jalan yang amat penting itu" kupikir agak janggal, terutama di bagian "yang amat penting". Pada terjemahan yang kedua, pemilihan kata "yang akan menentukan takdirnya itu" lebih jelas, cocok, dan mudah dipahami daripada terjemahan yang pertama.

Kasus yang berikutnya adalah pada cerpen Mimpi atau Sebuah Mimpi. Seperti yang kutampilkan di bawah ini, deskripsi pada terjemahan yang pertama cenderung lebih sulit dipahami ketimbang pada terjemahan yang kedua.


Berikutnya adalah cerpen Advokat Baru atau Si Pengacara Baru.


Perbedaan yang paling mencolok di antara kedua terjemahan adalah (selain pemilihan kata advokat dan pengacara) pada terjemahan yang pertama, disebutkan bahwa Bucephalus dulunya adalah prajurit Iskanda Agung/Aleksander Agung, sedangkan pada terjemahan yang kedua, disebutkan bahwa ia dulunya adalah kuda perang kesayangan sang raja tersebut. Menurut sejarah, Bucephalus memang adalah kuda perang Aleksander Agung.
Sumber: TIME
Dari terjemahan bahasa Inggrisnya (Franz Kafka: The Complete Stories terbitan Schocken Books tahun 1971), kalimat pertama adalah


We have a new advocate, Dr. Bucephalus. There is little in his appearance to remind you that he was once Alexander of Macedon's battle charger.


Bucephalus dulunya adalah "Alexander of Macedon's battle charger". Battle charger adalah "kuda yang digunakan untuk perang". Jadi, kupikir memang lebih cocok jika diterjemahkan menjadi "kuda perang" alih-alih "prajurit. Dalam fiksi mini ini Kafka menunjukkan transformasi yang entah bagaimana terjadinya, dari kuda perang menjadi pengacara. (Ingatkah kau akan "perubahan" Peter si Kera menjadi manusia dalam Pidato di Hadapan Sebuah Akademi?) Lebih dari itu, cerpen ini mengandung kegelisahan Kafka akan isu rasial (analisis yang menarik ini kutemukan di blog Simon Brilsby).

Namun, dalam cerpen Mengunjungi Tambang, ada bagian terjemahan yang pemilihan katanya kusukai, yaitu "mata yang mengisap segala sesuatu". Pemilihan diksi ini lebih kusukai ketimbang yang ada di terjemahan kedua.



Rasa yang berbeda juga kutemukan dalam cerpen yang dalam bahasa Inggris berjudul "Up in The Gallery". Sejak judul pun sudah sangat berbeda terjemahan yang pertama dan kedua. Di terjemahan pertama, cerpen ini berjudul "Di Galeri", sedangkan dalam terjemahan yang kedua ia berjudul "Di Balkon". Galeri dan balkon memiliki arti yang sungguh berbeda. Tapi dari bahasa Inggris "gallery" memang bisa diterjemahkan menjadi "galeri" maupun "balkon". Namun dalam konteks cerpen ini, kupikir lebih cocok menggunakan "balkon".


Menerjemahkan karya sastra bukanlah persoalan mudah, karena mempertimbangkan makna dan rasa seperti aslinya, juga apakah terjemahan itu mudah dicerna oleh pembaca. Apalagi jika bukan diterjemahkan dari bahasa aslinya--paralaks makna yang terjadi akan lebih besar ketimbang terjemahan dari bahasa asli. Oleh karena itu, sesungguhnya aku lebih memilih membaca versi bahasa Inggris dari karya sastra berbahasa lain yang aku tidak familiar.[ ]

0 komentar:

Post a Comment

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets